Mendesak, Keberadaan Posko Satpol PP DKI

4.1kBaca

 

JAKARTA, RIC – Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengatakan akan membangun Komando Daerah Militer (Kodam) di setiap provinsi.

Tentunya, rencana tersebut tidak hanya sebatas keberadaan Markas Kodam semata tapi juga dengan seluruh perlengkapan dan kelengkapannya serta infrastruktur lainnya.

Markas atau kantor yang reprentatif harus tersedia guna memudahkan konsolidasi dan koordinasi operasi.

Supaya jalur komando dan strategi operasional bisa berlangsung secara optimal maka Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) khususnya DKI Jakarta perlu mencontoh gagasan Menhan dimaksud.

Mengingat kemudahan pergerakan personil bagi setiap operasi merupakan kebutuhan utama tapi yang dihadapi Satpol PP DKI Jakarta justru sebaliknya karena ketiadaan pos komando atau kantor yang memadai.

“Kebutuhan pos komando bagi personel Satpol PP sangat mendesak guna memudahkan pergerakan atau mobilisasi, konsolidasi, koordinasi dan operasi personil Satpol PP,” ungkap Kepala Satpol PP DKI Jakarta Arifin kepada realitasindonesia.com, Jumat (11/2/2023).

Ukuran Posko Satpol PP baik di kecamatan atau kelurahan hanya berukuran 4 x 3 meter persegi untuk jumlah personel antara sekitar 15 orang untuk kelurahan dan 30 orang untuk kecamatan.

Kendati pun ada, lanjut Arifin, tidak layak.

Dengan kekuatan sebanyak itu, maka tentu sudah dapat diperkirakan bagaimana bentuk kantor atau posko Satpol PP di tingkat kelurahan maupun kecamatan.

“Kondisi membuat saya prihatin,” aku Arifin.

Kondisi memprihatinkan tersebut karena personil yang tidak masuk markas atau kantor “keleleran” seperti di mushola, taman atau warung kopi.

“Terlebih lagi mendengar keluhan anggota Satpol PP yang anggota keluarga ingin melihat kantor tapi tidak bisa menujukkan kantor yang selayaknya kantor atau posko yang sesungguhnya,” kata Arifin dengan prihatin.

Diprotes

Sekalinya memiliki markas yang memadai diprotes warga dengan dalih untuk kepentingan keberadaan puskesmas.

Informasi yang didapat, bekas kantor Kelurahan Jembatan Lima yang ditinggalkan karena sudah ada gedung yang baru, dimanfaatkan untuk Posko Satpol PP kelurahan yang sama.

Untuk merenovasi dan membuat posko itu layak digunakan, personil Satpol PP Kelurahan Jembatan Lima urunan hingga belasan juta.

Namun dalam perjalanannya, ketua rukun warga setempat keberatan dengan keberadaan posko dengan membuat isu masyarakat setempat lebih membutuhkan puskesmas.

“Padahal puskesmas yang lama jaraknya kurang dua ratus meter dari kantor yang lama. Saya tahu betul karena saya biasa ke puskesmas itu,” terang Arifin.

Guna mengetahui perihal kebutuhan puskesmas di sana, Arifin melakukan komunikasi dengan Dinas Kesehatan, ternyata semua yang dibutuhkan untuk pembukaan puskesmas tidak ada persiapan apapun.

Kepala Satpol PP bertekad untuk membangunkan dua atau tiga setiap tahun untuk membangun posko atau kantor Satpol PP di tingkat kecamatan sampai kelurahan.

Menurut Kasatpol PP pembangunan kantor atau posko dan pengadaan tanah selain merupakan kendala juga berada di luar tufoksi dan kewenangan Satpol PP.

“Sebetulnya untuk kebutuhan markas atau kantor Satpol PP tidak perlu mengadakan pembelian tanah, cukup menggunakan aset gedung atau kantor yang sudah tidak digunakan lagi bisa minta manfaatkan untuk posko kami,” beber Arifin.

Terkait hal di atas, Pengamat Kebijakan Publik Amir Hamzah menyatakan sehubungan dengan itu maka dengan akan diberlakukannya secara efektif Pergub 57 tahun 2022, kiranya Pejabat Gubernur DKI Jakarta dapat memberikan tugas dan wewenang kepada Kasatpol PP untuk menangani kebijakan pengadaan tanah dan pembangunan kantor Satpol PP.

Ini merupakan salah satu cara untuk lebih mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi Satpol PP di masa mendatang. *man

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *