Pengamat: Penataan Birokrasi Masih Hadapi Masalah Prosedural

JAKARTA, RIC – Pemprov DKI Jakarta kemarin dikabarkan akan melantik sejumlah pejabat eselon tiga dan empat.
Menanggapi soal di atas, Pengamat Kebijakan Publik Amir Hamzah menyatakan dalam beberapa bulan kedepan PJ Gubernur DKI Heru Budi Hartono menghadapi kendala.
“PJ Gubernur dalam beberapa bulan kedepan masih akan menghadapi kendala dalam melakukan penataan birokrasi,” ungkap Amir, Kamis (9/2/2023).
Menurut Amir, hingga akhir Maret pun penataan birokrasi belum bisa dilaksanakan sekalipun sudah diatur dalam Pergub No 57 Tahun 2022.
Dalam Pergub tersebut dinyatakan ada proses transisi tiga bulan.
Ada beberapa masalah prosedural yang harus diselesaikan dulu. Pertama adalah yang menyangkut kepegawaian. Pengangkatan segala macam harus ada koordinasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Kedua juga menyangkut aparat ini harus ada koordinasi dan kombinasi juga untuk menunjang rekomendasi dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) terutama yang menyangkut kompetensi dan integritas ASN.
“Kemudian menyangkut pergubnya itu perlu ada sinkronisasi dengan Kemendagri,” terang Amir.
Masalahnya, di Kemendagri direktur yang bertugas untuk melakukan sinkronisasi Perda itu hanya satu untuk seluruh Indonesia.
“Jika pelantikan pejabat baru eselon tiga dan empat tidak perlu seleksi. Untuk pejabat eselon dua, bisa enggak bisa harus ada panitia seleksi yang memakan waktu lumayan lama,” jelas Amir.
Anggaran Tak Optimal
Imbas dari belum dilantiknya para pejabat eselon tiga dan empat pelaksanaan anggaran 2023 bakal tidak optimal.
Hal ini bakal menghambat realisasi program dan berpengaruh pada pemanfaatan anggaran yang sudah dialokasikan dalam APBD.
Misalnya saja, lanjut Amir, sejak awal pekan, staf DPRD sampai kemarin masih harus melakukan koordinasi dengan Kemendagri mengenai rencana pengadaan mobil dinas bagi pejabat Pemprov DKI.
“Ini baru satu masalah,” kata Amir.
Langkah tersebut dilakukan karena banyak alokasi anggaran untuk kendaraan.
“Sebetulnya, aturannya sudah ada tapi karena masih ada pemikiran aneh-aneh itu pakai merek lain segala macam. Padahal sudah ada ketentuan untuk pejabat Gubernur kendaraan untuk satu periode,” sebut Amir.
Anggaran dan koordinasi ke Mendagri untuk masalah kendaraan dinas PJ Gubernur dan Ketua DPRD DKI Jakarta bakal menimbulkan masalah.
“Berdasar peraturan, kendaraan dinas itu untuk gubernur yang dipilih lewat Pilkada. Sementara PJ Heru Budi karena maunya Presiden. Jadi yang harus menyediakan kendaraan dinas untuk PJ Heru Budi bukan dari APBD tapi dari Presiden,” tegas Amir.
Sementara, kendaraan dinas Ketua DPRD DKI Jakarta masih ada.
“Posisi Ketua DPRD DKI masih dalam periodeisasi 2019 – 2024. Jadi tidak perlu dapat kendaraan dinas lagi,” tandas Amir. *man